Beranda | Artikel
Hukum Meyakini Adanya Petunjuk Yang Lebih Sempurna dari Sunnah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
Senin, 21 Februari 2022

Bersama Pemateri :
Ustadz Yazid Abdul Qadir Jawas

Hukum Meyakini Adanya Petunjuk Yang Lebih Sempurna dari Sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas pada 16 Rabbi’ul Awwal 1443 H / 23 Oktober 2021 M.

Kajian Pembatal-Pembatal Keislaman

4. Meyakini adanya petunjuk yang lebih sempurna dari Sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Orang yang meyakini bahwa ada petunjuk lain yang lebih sempurna dari petunjuk Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, atau orang meyakini bahwa ada hukum lain yang lebih baik daripada hukum Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, seperti orang-orang yang lebih memilih hukum-hukum Thaghut daripada hukum Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka ia telah kafir.

Termasuk juga di dalamnya adalah orang-orang yang meyakini bahwa peraturan dan undang-undang yang dibuat manusia lebih afdhal (utama) daripada sya’riat Islam, atau orang meyakini bahwa hukum Islam tidak relevan (sesuai) lagi untuk diterapkan di zaman sekarang ini, atau orang meyakini bahwa Islam sebagai sebab tertinggalnya ummat Islam ini. Termasuk juga orang-orang yang berpendapat bahwa pelaksanaan hukum potong tangan bagi pencuri, atau hukum rajam bagi orang yang (sudah menikah lalu) berzina sudah tidak sesuai lagi di zaman sekarang. Ini semua membawa orang kepada riddah (murtad dari agama).

Juga orang-orang yang menghalalkan hal-hal yang telah diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berdasarkan dalil-dalil syar’i yang telah tetap, seperti zina, riba, meminum khamr, dan berhukum dengan selain hukum Allah atau selain itu, maka ia telah kafir berdasarkan ijma’ para ulama.

Allah Ta’ala berfirman:

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ

“Apakah hukum Jahiliyyah yang mereka kehendaki? Dan (hukum) siapakah yang lebih daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini agamanya?” (QS. Al-Maidah[5]: 50)

Allah Ta’ala berfirman:

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

“… Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Maidah[5]: 44)

Allah Ta’ala berfirman:

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

“… Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zhalim.” (QS. Al-Maidah[5]: 45)

Allah Ta’ala berfirman:

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

“… Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Al-Maidah[5]: 47)

Berkaitan dengan hukum, dibahas pada poin ke-47 pembahasan tentang berhukum dengan apa yang diturunkan Allah.

5. Tidak senang dan membenci hal-hal yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, meskipun ia melaksanakannya, maka ia telah kafir.

Yaitu orang yang marah, murka, atau benci terhadap apa-apa yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, walaupun ia melakukannya, maka ia telah kafir.

Dasar bahwa mereka kafir dan juga batal amalnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَالَّذِينَ كَفَرُوا فَتَعْسًا لَّهُمْ وَأَضَلَّ أَعْمَالَهُمْ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ

“Dan orang-orang yang kafir, maka kecelakaanlah bagi mereka dan Allah menghapus amal-amal mereka. Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang di-turunkan Allah (Al-Qur-an), lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka.” (Muhammad[47]: 8-9)

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menyebutkan tentang orang munafik, yaitu mereka tidak suka untuk melaksanakannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

… وَلَا يَأْتُونَ الصَّلَاةَ إِلَّا وَهُمْ كُسَالَىٰ وَلَا يُنفِقُونَ إِلَّا وَهُمْ كَارِهُونَ

“Dan mereka tidak mendatangi shalat melainkan dalam keadaan malas, dan mereka tidak menginfakkan melainkan dalam keadaan tidak suka.” (QS. At-Taubah[9]: 54)

Orang-orang seperti ini membenci yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meskipun dia melaksanakannya, maka dia telah kafir

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ ارْتَدُّوا عَلَىٰ أَدْبَارِهِم مِّن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْهُدَى ۙ الشَّيْطَانُ سَوَّلَ لَهُمْ وَأَمْلَىٰ لَهُمْ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا لِلَّذِينَ كَرِهُوا مَا نَزَّلَ اللَّهُ سَنُطِيعُكُمْ فِي بَعْضِ الْأَمْرِ ۖ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِسْرَارَهُمْ فَكَيْفَ إِذَا تَوَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ يَضْرِبُونَ وُجُوهَهُمْ وَأَدْبَارَهُمْ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمُ اتَّبَعُوا مَا أَسْخَطَ اللَّهَ وَكَرِهُوا رِضْوَانَهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ

“Sesungguhnya orang-orang yang kembali kepada kekafiran setelah jelas petunjuk bagi mereka, syaithan lah yang merayu dan memanjangkan angan-angan mereka. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka (orang-orang munafik) itu berkata kepada orang-orang yang benci kepada apa yang diturunkan Allah (orang-orang Yahudi): ‘Kami akan mematuhimu dalam beberapa urusan,’ tetapi Allah mengetahui rahasia mereka. Maka bagaimana (keadaan mereka) apabila Malaikat (maut) mencabut nyawa mereka seraya memukul wajah dan punggung mereka. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka mengikuti apa yang menimbulkan kemurkaan Allah dan (karena) mereka membenci (apa yang menimbulkan) keridhaan-Nya; sebab itu Allah menghapus segala amal-amal mereka.” (Muhammad[47]: 25-28)

Ayat ini berkaitan dengan orang-orang yang tidak suka dengan apa yang Allah turunkan dan membenci apa yang sudah disampaikan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

6. Menghina Islam.

Yaitu orang yang mengolok-olok (menghina) Allah dan Rasul-Nya, Al-Qur-an, agama Islam, Malaikat atau para ulama karena ilmu yang mereka miliki. Atau menghina salah satu syi’ar dari syi’ar-syi’ar Islam, seperti shalat, zakat, puasa, haji, thawaf di Ka’bah, wukuf di ‘Arafah atau menghina masjid, adzan, memelihara jenggot atau Sunnah-Sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam lainnya, dan syi’ar-syi’ar agama Allah pada tempat-tempat yang disucikan dalam keyakinan Islam serta terdapat keberkahan padanya, maka dia telah kafir.

Allah Ta’ala berfirman:

وَلَئِن سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ ۚ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ ۚ إِن نَّعْفُ عَن طَائِفَةٍ مِّنكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ

“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka niscaya mereka akan menjawab: ‘Sesungguhnya kami hanyalah bersendau-gurau dan bermain-main saja. Katakanlah: ‘Apakah kepada Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kalian selalu memperolok-olok?’ Tidak perlu kamu meminta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan dari kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengadzab golongan (yang lain) di sebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.” (QS. At-Taubah[9]: 65-66)

Seorang muslim tidak boleh duduk dengan orang-orang yang suka mencela atau menghina agama. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي آيَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّىٰ يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ ۚ وَإِمَّا يُنسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ فَلَا تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرَىٰ مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ

“Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaithan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), setelah ingat kembali janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zhalim.” (Al-An’aam[6]: 68)

Ketika kita melihat orang-orang yang banyak seperti itu, sikap kita adalah sabar, jangan kemudian menghukumi.

Para ulama membawakan seperti ini agar orang berhati-hati. Adapun orangnya mungkin dia bisa kafir tanpa dia sadari. Tapi kita jangan gampang-gampang mengkafirkan orang.

Kalau soal marah, maka kita marah ketika ada orang yang mencela. Tapi kewajiban kita adalah sabar. Jika kita tidak mampu untuk menyampaikan kebenaran, maka diam. Kalau kita mampu menyampaikan, bisa kita datangi orang tersebut untuk dinasihati. Karena yang punya hak menghukumi hal ini adalah para ulama. Dan yang menghukumnya (dibunuh atau dipenjara) adalah ulil amri.

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini.

Download Mp3 Kajian Hukum Meyakini Adanya Petunjuk Yang Lebih Sempurna dari Sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/51438-hukum-meyakini-adanya-petunjuk-yang-lebih-sempurna-dari-sunnah-nabi-shallallahu-alaihi-wa-sallam/